Wednesday, December 29, 2010

Melepas Rindu (2)


Senja diantara kebun kopi

Akhirnya, aku pun berangkat juga ke Jogja.... Tapi agak melenceng dari rencana, semula aku akan berangkat jam 13.00 tetapi ternyata baru bisa keluar rumah jam 16.00... Semula kami hanya akan ke jogja bertiga, karena pada hari Sabtu pagi Babe ada acara pelantikan Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Semarang... Mommy pun juga pasti menemani beliau di rumah... Tetapi, akhirnya kami pun berangkat berlima dengan 1 mobil dan 1 motor... Kenapa harus naik motor, padahal mobil pun cukup menampung? Karena motor itu belom juga dibawa ke Jogja untuk keperluan kuliah dek Dhian... Alhasil, dek Indra pun dengan senang hati mengendarai motor itu.... Hati-hati ya Dek...


Perjalanan pun dimulai.... Tapi ternyata sepanjang jalan maceeettt banget... Alhamdulillah aku masih bisa menikmati senja di antara kebun kopi... Penghibur diri di tengah kepadatan arus lalu lintas.... Perjalanan yang biasa ditempuh dalam 3 jam harus ditempuh selama 5 jam. Padahal, begitu banyak rencana bila ku tiba di jogja. Aku pengen makan di tugu, pengen jalan ke malioboro, pengen maen sama Akmal.... Tapi ternyata, aku sampai di Jogja jam 9 malam kurang. Hiks.... Akhirnya cuman bisa mainan sama Akmal, itu pun cuman sebentar karena si gendut itu mau bobo.... Dari tadi sebut-sebut Akmal... Siapa sih sebetulnya dia? Hmmm.... Tarraaaaa... Ini nih si gendut yang namanya Akmal... Lucu bangett kan?! Memang ini anak sangat luuucccuuu.... Gembul, pintar dan gesit...   Gimana gak gembul? Umur baru 8 bulan tapi beratnya udah 10,5 kg!! Oh God!! Gak kuat aku gendong lama-lama... Pegel rek... Hehehe.... Cepet gedhe ya dek, biar tar kita jalan2 bareng.....

  
Hari pun berganti.... Jadilah kami bermain ke bekas desa wisata di lereng gunung merapi.  Subahanallah... Sepanjang perjalanan, kulihat dampak kerusakan dari erupsi gunung itu.... Aku pun takjub dan semakin merasakan kebesaran-Nya.... Foto ini diambil pada jarak 6 km dari puncak merapi.... Daerah ini dulunya sangat hijau.... Sekarang, sejauh mata memandang hanya ada lautan pasir.... pohon-pohon yang dulu tumbuh subur sekarang hanya menyisakan arang raksasa..... Udara yang dulu sangat dingin kurasa, sekarang menjadi sejuk... Subhanallah....

Dampak kedahsyatan wedhus gembel...
Terlihat olehku batas imajiner lindungan Allah akan wedhus gembel.....
(Cermati baik-baik gambar ini, kawan.... bisakah kau menemukannya?)

Kali gendol sekarang.... Penuh lautan pasir dan arang raksasa...
Masih terasa olehku kehangatan pasir yang konon masih bersuhu 150 derajat Celcius..
Aroma wangi belerang pun menusuk hidung....

Mommy n Babe di atas kali "pasir" gendol
Kali ini dulunya memiliki lebar sampai 75 meter dan kedalaman 45 meter...
Sekarang?
 

Melepas Rindu (1)

Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 05.10 tapi aku masih tertahan di counter check in terminal IC bandara Soekarno Hatta. Artinya tinggal 15 menit lagi waktu untukku bisa boarding. "Ya Allah, ko lelet amat sih ini? Dari tadi belom bisa juga!" Tak lupa aku ucap istighfar, tersadar bahwa aku sudah terlalu banyak mengeluh. Akhirnya aku pun beranikan diri bertanya kepada antrian sebelah (niatnya sih mau ijin nge-blong, motong antrian) Dan ternyata mereka tidak keberatan. Alhamdulillah Ya Allah. 5 menit kemudian aku sudah bisa masuk ke ruang tunggu gate C-5. Tak lama, aku pun segera sholat, skalian menunggu waktu boarding.


Sholat sudah, kini saatnya aku menikmati secangkir coklat panas dari mesin penjual minuman otomatis. Cukup dengan 5rb, maka tersedialah coklat panas. Yummy. Baru juga letakin pantat di ruang tunggu, terdengarlah panggilan untuk kami segera memasuki pesawat melalui pintu garbarata. "Oh tidak! Coklatku belum habis. Hmmm, baiklah aku tunggu saja antrian sembari menikmati coklat panasku itu".  Rupanya tak butuh waktu lama untukku menunggu. Aku pun jadi orang terakhir yang masuk ke dalam pesawat. Untungnya aku duduk di barisan depan.


Safety seat belt telah terpasang, doa naik kendaraan pun sudah, saatnya aku untuk menyiapkan bacaan teman perjalanan dan membaca. 10 menit berlalu tetapi agaknya belum ada tanda-tanda untuk take off. Rupanya, kami harus menunggu 13 orang penumpang yang sudah melakukan check in tetapi belum masuk pesawat. "OK deh, kupikir" Tapi ternyata banyak juga teman-teman seperjalanan yang mengeluh.


Akhirnya, tibalah juga para penumpang itu. Tapi, aku agak sedikit kesel juga sih, udah tau telat eh masih juga bercanda n lelet. Sampai pilot kami pun menegurnya. Fyuuuh, memang sepertinya bangsa ini telah hilang ewuh-pakewuhnya ya.... Entahlah, aku pun tidak pada tempatnya untuk berkomentar. Karena bisa saja mobil mereka mogok, atau mungkin mengalami kejadian yang sama denganku di counter check in. Ah, yang penting kami bisa segera terbang.


Alhamdulillah perjalanan Jakarta-Semarang lancar, dan tak disangka tepat jam 07.00 aku sudah bisa keluar bandara Ahmad Yani.  Aku pun segera menuju ruang kedatangan bandara, celingak-celinguk sebentar... Mana ya penjemputku (yang pastinya adalah kedua orang tuaku tercinta) ? Mungkin mereka masih di perjalanan, OK lah, aku tunggu sebentar sembari telf Babe (panggilan untuk ayahku). Nomor Sibuk! Adoouhhh! Ko gak bisa?! Akhirnya aku putuskan saja telf rumah, ternyata mereka baru aja mau keluar rumah. Hehehe... Akhirnya aku putuskan saja untuk naik taksi...


Sampai rumah, langsung deh bongkar tas dan ngobs ngalor ngidul... Aku pengen banget ke jogja, tapi Indra (si bungsu) agaknya tidak mau mengantarku ke sana. Fyuuh, akhirnya dengan sedikit wejangan dari Babe, doi pun mau juga antar aku... Hahahaha.... Makasih ya Ndut... Oia, pulang rumah kali ini aku dapat traktiran khusus dari Babe... Beliau belikan aku sayur "Kepala Manyung"... Wow, aku suka bangett... Sudah lama rasanya tidak menikmatinya....


Hmmm....... Alhamdulillah Ya Allah, aku masih saja Kau beri nikmat ini....
Terima kasih Babe-Mommy atas kasih sayangmu selama ini....
Terima kasih Dhian n Indra buat semua support yang kalian berikan padaku...
Tanpa kalian, aku bukanlah aku....
Terima kasih karena aku sennatiasa bisa kembali pulang....
Pulang ke dalam peluk kasihmu....


Ya Allah, jagalah aku dan keluargaku....
Lindungilah kami dari mara bahaya..
Tunjukilah jalan lurusMu...
Ammiinnn.....

Tuesday, December 21, 2010

Kenangan (1)

Sudah sepuluh menit Lanang berdiri di depan kuburan itu. Kuburan yang tanahnya masih merah. Dengan nisan hitam yang menghias dalam diam. Lanang tidak peduli akan sekitar yang tampak seperti murka. Ketika angin menderu menerbangkan topinya, ketika tubuhnya basah kuyup tidak sanggup melarikan diri dari hujan yang begitu lebat. Petir menyambar-nyambar seperti dekat diatas kepala. Lanang benar-benar tidak peduli akan semuanya. Lanang tampak tenggelam dalam dunianya sendiri. Dunia yang terpisah dari kenyataan. Dunia yang entah dimana. Terasa ada aroma kelam.

Mata Lanang menatap nama yang tertulis dengan cat putih hampir kelabu di nisan hitam. Sebuah nama yang hampir merenggut semua kesadarannya. Nama yang menyeretnya tenggelam di dunia lain itu. Nama yang diharapnya salah tertulis. Ah… setelah dua tahun menguatkan diri dalam penderitaan sebagai orang pelarian. Memupuk terus harapan hidup untuk hari ini. Hari dimana akhirnya bisa memberanikan diri pulang demi menumpahkan rindu dendam yang selama ini menyiksanya.

Kerinduan yang sudah tidak tertahan lagi.  Namun ternyata tidak ada sambutan untuk segala kerinduannya. Tidak ada sosok perempuan yang terus hadir dalam mimpi-mimpinya. Akhirnya hanya disambut oleh diamnya suasana di kuburan sore yang bagai malam. Hanya guyuran hujan dan sambaran petir yang menemani. Juga angin yang tidak mau ketinggalan. Badai yang tanpa belas kasihan pada kesedihan Lanang. Badai menyapa bumi tanpa pandang bulu. Tidak peduli senang dan sedih.

” Mengapa?!! ” gemetar bibir Lanang mendesiskan protes yang tertahan tanpa mampu mengalahkan suara badai yang makin menggila.

Protes yang terpendam sejak tadi. Sejak dia ada di depan nisan hitam itu. Di tanah merah tempat yang mengubur kenangan dan kerinduannya. Sebuah protes yang tercetus tanpa tahu entah ditujukan pada siapa. Ataukah ditujukan pada Tuhan? Entahlah.
Kaki Lanang akhirnya sudah tidak kuat menopang tubuhnya. Yang tampak sudah begitu kuyu tanpa cahaya hidup. Berlutut. Tertumpah tangis yang telah lama ditahan. Tumpah tanpa ada lagi yang menghalangi. Tumpah mengalahkan hujan yang dari langit membadai bumi. Dalam kerinduan yang menyesakkan jiwa. Kerinduan yang tidak akan pernah dapat menemukan tempat melabuhkannya.

Nisan hitam itu tampak dingin, hanya diam. Tidak bisa sedikitpun menjawab kerinduan Lanang. Duka menggelayut di udara. Menyesakkan. Hujan tanpa henti terus membasahi bumi. Lanang tampak tenggelam dalam dunia lain. Dunia kenangan.

Tuesday, December 14, 2010

Sepotong Doa

Ya Allah......
Masih saja lidahku berkata-kata yang tak berguna..
Masih saja hatiku bertiraikan nafsu duniawi...
Masih saja pikiran-pikiran busuk menggerogoti jiwaku...
Masih saja riya dan ujub mengotori keihklasanku....
Masih saja hari-hariku, kuisi dengan hal-hal yang Kau benci...
Masih saja ringan mulutku berkata "Akan ada saatnya Tuhan mencuci segala dosaku"
Masih saja aku pede bahwa Kau akan selalu memaafkanku, menerima taubatku nanti....
Syetan pun tertawa,
Iblis bersenandung riang mengiringi tarian kemenangannya....

Ya Allah Ya Rabbi...
Masih pantaskah aku meminta belas kasih-Mu?
Masih pantaskah aku memohon ampunan-Mu?
Masih pantaskah aku berharap surga-Mu?


Ya Allah Ya Rabbi...
Jangan pukul aku dengan cambuk balasan-Mu...
Jangan Engkau hinakan aku karena perbuatan maksiat terhadap-Mu...
Jangan biarkan diri yang seperti ini saat kematianku datang....
Ampuni aku Ya Allah....
Aku mau hati yang lembut....

Kutundukkan hati dalam hening sujud panjangku..
Kurangkai doa yang terlontar kelu dari mulutku...
Mencoba merengkuh cahaya-Mu
sambil tetap berharap Kau mau menyapaku...
Mendekapku dalam kasih-Mu...
Basah mataku menanti tangan-Mu
lembut mengusap air mataku...

Monday, December 13, 2010

Rantai Gajah & Kotak Korek Api

Pelajaran ini saya dapatkan saat mengikuti Leadership Training yang diajarkan oleh Tim Motivator Kubik Kreasi SisiLain sewaktu saya sedang mengikuti rangkaian pelatihan untuk menjadi calon pegawai BUMN tempat saya mengabdi dulu.  Alhamdulillah, semua yang saya peroleh bisa menjadi sebuah suntikan semangat setiap kali merasa down.  Okay lah, semoga bermanfaat untuk rekan-rekan pembaca semua.
Seekor belalang telah lama terkurung di dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya, dengan gembira dia melompat-lompat menikmati kebebasannya. Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain, namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.
Dengan penasaran dia menghampiri belalang lain itu dan bertanya, “Mengapa kau bisa melompat  lebih tinggi dan lebih jauh dariku, padahal kita tidak jauh berbeda dari  usia maupun ukuran tubuh?”

Belalang itu menjawabnya dengan pertanyaan, “Di manakah kau tinggal selama ini? Semua belalang yang hidup di alam bebas  pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan.”
Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang telah membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman, tradisi, dan kebiasaan bisa membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi kita. Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang mereka voniskan kepada kita tanpa berpikir dalam-dalam bahwa apakah hal itu benar adanya atau benarkah kita selemah itu? Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.  Jadi, untuk bisa terus maju kita harus bisa mengenyahkan kotak korek api kita. Jadilah pribadi yang tangguh untuk bisa melompat lebih tinggi.

Tahukah Anda bahwa gajah yang sangat kuat bisa diikat hanya dengan seutas tali yang terikat pada sebilah pancang kecil? Gajah sudah akan merasa dirinya tidak bisa bebas jika ada “sesuatu” yang mengikat kakinya, padahal “sesuatu” itu bisa jadi hanya seutas tali kecil… Saat kecil, anak gajah diberi rantai/tali pancang tambang. Karena merasa kurang bebas bergerak maka dia mencoba untuk memutuskan tali tersebut. Berulang kali ia coba, tetapi ternyata tali tersebut tidak putus juga, justru menyakiti kakinya. Memberi luka yang pedih di kakinya.  Akhirnya, dia pun putus asa dan berhenti mencoba karena dalam pikirnya telah tertanam pemikiran "sekuat apapun aku berusaha, tali ini tak akan pernah putus". Sang anak gajah pun tak pernah lagi mencoba untuk memutuskan tali pancang. Dia bertumbuh dengan pemikiran bahwa dirinya tidak akan pernah berhasil terbebas dari tali pancang, sembari berharap bahwa suatu saat si pawang gajah akan melepaskan tali tersebut.  Setelah dewasa, ia pun tak lagi memiliki keberanian mencoba untuk memutuskan tali pancang, padahal kini tali yang ia lawan hanyalah seutas tali pancang kecil yang mudah putus. 

Pernahkah Anda bertanya kepada diri Anda sendiri bahwa Anda bisa “melompat lebih tinggi dan lebih jauh” kalau Anda mau menyingkirkan “penjara” itu? Tidakkah Anda ingin membebaskan diri agar Anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini Anda anggap di luar batas kemampuan dan pemikiran Anda? Sesuatu yang hanya ada pada pikiran kita karena kita trauma untuk mencoba kembali, terkungkung hanya pada pemikiran yang mengkerdilkan diri sendiri.

Sebagai manusia kita berkemampuan untuk berjuang, tidak menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami. Karena itu, teruslah berusaha mencapai segala aspirasi positif yang ingin Anda capai. Sakit memang, lelah memang, tapi jika Anda sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Jadi, teruslah berusaha membangun diri.

Thursday, December 9, 2010

Above Politics, Pro-Active and self-Initiative Target


Verona, the city of Romeo & Juliette




Makna enterpreneurship memang tidak harus selalu diterjemahkan jadi "pengusaha". Bahkan ada suatu riset yang menemukan bahwa orang yang mulai usaha tanpa persiapan yang matang akan gagal. Sudah banyak contohnya. Seorang eksekutif yang hebat dari sebuah BUMN berskala besar gagal setelah kerja sendiri. Ketika kerja di suatu perusahaan sebagai professional, seorang eksekutif hanya ngurusin bidangnya. Yang penting KPI atau Key Performance Index harus diperhatikan. Sebab disitulah dia dinilai, dievaluasi, dipromosi, dan sebagainya.

Biasanya gak peduli dengan fungsi lain. Bahkan seringkali saling menjatuhkan untuk 'naik" ke tangga yang lebih tinggi yang lebih menyempit jalannya. Yang penting bisa memanajemeni atas, bawah dan samping. sengaja menyebutkan kata atas pertama kali karena banyak eksekutif yang pintar "manage his or her boss" tapi lupa bawah. Bila perlu diinjak sekalian.

Memanajemeni tengah atau "managing peers" dari teman-teman selevel. Baru setelah itu memanajemeni anak buah. Padahal mestinya yang bawah ini yang harus dilakukan dengan baik dulu. Baru ke tengah dan ke atas. Tapi gerakan "menjilat ke atas" dan "menginjak ke bawah"lah yang sering kejadian.

Kalau bawahan salah, dia laporkan ke atas, sebelum dia disalahkan. Padahal, dia mestinya yang bertanggung jawab. Sedangkan kalau bawahan bagus, dia yang "take credit" di mata atasan. Padahal dia harus "melaporkannya" dengan fair ke atas.

Itulah sebagian kecil dari office politics di dalam korporasi apa pun. Karena suatu organisasi isinya manusia yang punya berbagai "hidden agenda", maka office politics tidak terhindarkan. Yang ada cuma perbedaan kadarnya.

Ada yang kadarnya gede, ada yang kecil. Susahnya kalau seorang eksekutif lebih bertindak sebagai seorang "pemain' dari pada "proffesional". Kalau sudah begini ya memang susah untuk menumbuhkan enterpreunership. Caranya?

Diberi kebebasan untuk melakukan apa saja. Asal niatnya baik dan mencapai target. "Anggap aja kita yang punya korporasi ini". Tentunya tidak mudah, ketika kita yang biasanya jadi pemain atau paling banter jadi profesional. Now, you are above the politics. Kita ada di atas corporate politics itu. Tidak usah menjilat ke atas lagi. Karena tidak ada gunanya. Karena itu, "terpaksa" harus fokus pada "managing your people". Hambatan lain dari seorang ex-profesional jadi enterpreneur ialah tidak biasa "terbebas dari situasi". Dalam hal ini, saya suka merefer pada habit pertamanya Stephen Covey dalam Seven Habit yaitu Pro-Activity!

Banyak orang mengira bahwa proaktif artinya melakukan sesuatu sebelum kejadian apa-apa. Proaktif bukan lawan dari reaktif yang pas. Proaktif lebih punya arti bahwa kita bisa membebaskan diri dari tekanan situasi atau lingkungan hidup atau kerja. Seorang profesional apalagi pemain tidak berlatih untuk itu. Sedang enterpreuner bisa mengatasi situasi sejelek apapun. Sebab dia tahu, bahwa kalau dia tidak bisa 'on-loop of situation', dia akan habis!

Yang terakhir adalah target. Kenapa seorang enterpreneur harus merefer pada target? Karena dia bisa memasang targetnya sendiri. Bukan target dari 'langit'. Sedang seorang profesional sering tertekan dengan target yang dibuat atasan walaupun sudah disetujuinya karena tidak merasa meng-inisiatidnya!

Jadi, enterpreneur bukan berarti harus buka usaha sendiri. Kita bisa jadi enterpreneur di sebuah korporasi asal kita bisa dan diberi kesempatan untuk tiga hal. Pertama, bisa menempatkan diri "above corporate politics", kedua bisa Pro-active bukan reactive. Dan ketiga, bisa menetapkan target sendiri seolah memiliki korporasi itu sendiri.

Yang terakhir, sebagai tambahan bahwa siapapun dia, apapun jabatannya sesungguhnya memiliki 3 tugas. Pertama, menguasai pekerjaan dan menyempurnakan pekerjaan masing-masing. Kedua, mempersiapkan diri untuk jabatan yang lebih tinggi dengan menambah pengetahuan baru. Ketiga, menyiapkan pengganti untuk dirinya bila kelak dipromosi.